Hari Guru di Indonesia diperingati pada setiap tanggal 25 November, dan di India 5 September. Seluruh dunia pula memperingati Hari Guru pada setiap tanggal 5 Oktober. Lantas, mengapa artikel ini diterbitkan pada tanggal 13 November?
Guru adalah figur yang sangat spesial dan berjasa kepada setiap anak. Bagaimana seseorang dapat menjadi Dokter, Hakim, bahkan Presiden apabila dulunya tidak belajar dan diajar oleh gurunya? Jadi, mari kita peringati Hari Guru pada setiap hari. Artikel ini pula dapat tertulis karena penulis belajar menulis berkat diajarkan dan dilatih oleh guru.
Salah satu film produksii negeri Hindustan yang berbahasa Hindi atau film Bollywood dengan konten paling menarik adalah Hichki. Hichki dibintangi oleh aktris Rani Mukerji yang berperan sebagai Naina Mathur. Naina diceritakan sebagai seorang Magister Pendidikan yang bercita-cita menjadi pendidik atau guru profesional.
Hichki diproduksi oleh Yash Raj Films (YRF) di bawah arahan sutradara Siddarth P. Malhotra. Dirilis pada tanggal 23 Maret 2018, dan memiliki durasi 116 menit yang tentunya bukanlah durasi panjang bagi sebuah film Bollywood.
ALUR CERITA HICHKI (2018)
Mengisahkan tentang seorang Naina Mathur atau Naina yang berjuang melamar pekerjaan sebagai seorang guru ke berbagai sekolah. Naina memiliki keistimewaan, dirinya mengidap sindrom Tourrete. Sindrom Tourette pula adalah kondisi ketika seseorang akan mengeluarkan suara-suara aneh dan tak beraturan seperti cegukan. Di dalam film, suara-suara tersebut seperti, “Chak, chak!” atau “Pak, pak!”
Ayah Naina mulanya sangat pesimis dengan kegigihan putrinya akan tetapi Naina yang tidak menyerah untuk mendapat pekerjaan sebagai seorang guru tidak menggubris hal tersebut. Bahkan Naina dianjurkannya untuk menemui seorang kerabat yang dapat memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kondisi Naina. Naina yang tidak mau menyerah pun terus mengusahakan upayanya untuk melamar kerja ke berbagai sekolah.
Naina menjalani wawancara dari sekolah ke sekolah hingga pada akhirnya kabar baik menghampirinya. Naina dinyatakan diterima di sebuah sekolah bonafit. Hal tersebut kemudian sedikit menurunkan ego Ayahnya.
Hal yang cukup tidak diduga adalah Naina diterima mengajar di sekolah bonafit tersebut karena pihak sekolah terpaksa. Pihak sekolah mengaku bahwa mereka tidak mendapat kandidat lain selain Naina. Pada mulanya, pihak sekolah keberatan menerima Naina akibat sindrom Tourette yang dideritanya.
Pertanyaannya, mengapa sebuah sekolah bonafit tersebut sampai tidak mendapat kandidat calon guru lain selain Naina? Jawabannya, karena kelas yang akan dididik atau diajarkan adalah kelas yang tidak biasa. Naina mendapat tugas untuk mengajar di kelas 9-F. Di sekolah tersebut kelas 9-F dikategorikan sebagai kelas dengan kualitas murid paling rendah.
Hal tersebut tentunya mengejutkan sekaligus menjadi tantangan bagi Naina. Pada awal mula dirinya mengajar, para murid mengejeknya atas sindrom Tourette-nya. Namun, Naina tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Naina justru penasaran mengenai latar belakang murid-muridnya, mengapa mereka bisa berada di kelas 9-F?
Naina pun mencari tahu dan menyelidiki sejumlah hal mengenai murid-muridnya. Dia pergi ke kediaman mereka dan mendapati fakta yang memprihatinkan. Fakta tersebutlah yang kemudian membuat Naina semakin bertekad membuat murid-muridnya menjadi cerdas dan pandai.